Sabtu, 02 April 2016

KATA PAPA

                Tak terasa dengan berjalannya waktu aku sudah menghabiskan 5 bungkus nasi. Aku tidak sadar akan hal ini aku hanya merasa telah memakan sebungkus nasi. Kesedihan telah membungkusku seperti keripik singkong. Keripik singkong mengingatkanku akan rapuhnya kehidupanku. Aku sadar hidupku itu keras tetapi aku sadar dengan kehidupanku ini mentalku pun semakin keras bahkan lebih keras dari batu bata. Mereka bilang cinta itu abadi tetapi itu hayalah mitos, sahabat lebih dari 7 tahun menjadi cinta bahkan hanyalah legenda yang tidak akan pernah terjadi. Sara telah menjadi istri yang sah dari kakakku, meninggalkanku dengan mudahnya hanya karena kekayaan materialistis kakakku.
                Hidupku seperti tertimpa gedung 100 lantai, ketika sudah terbangun tinggi dengan mudahnya dihempas badai dan topan yang menghancurkannya meninggalkannya dalam kepingan – kepingan saja. Aku hanya dapat melihat dengan sedih mendapati papa yang sekarang sudah tidak bisa bekerja, papa merupakan orang yang paling penting dalam hidupku hanya dia yang mampu membantuku walaupun dia bekerja tetapi dia tetap berusaha untuk mengurusku walauupun mama sudah meninggalkan papa tetapi papa tidak pernah mengeluh dan mengurusku tanpa pamrih.
                Setelah Sara menikah aku tidak pernah lagi bertemu dengannya, dia dan kakakku telah pergi ke Negara Paman Sam dan berkeluarga di sana. Di umurku yg sudah berkepala 3 ini seharusnya sudah menikah tetapi apa daya bahwa cinta pertamaku sejak 10 tahun lalu sudah pergi. Apalagi aku hidup hanya dengan figur papa dan bukan figur mama. Mama sudah bercerai dengan papa sejak aku berumur 3 tahun. Hak asuh pun dibagi secara rata aku dengan papaku dan kakakku dengan mamaku. Setelah bercerai dengan papa, mamaku langsung menikah dengan seorang yang lebih tua dan lebih kaya dari papa. Tetapi, papa tidak pernah menikah lagi dan kata papaku bahwa cinta papa kepada mamaku telah membuatnya merelakan cintanya demi kebahagiaan mama. Mendengar itu aku berpikir bahwa cinta itu sepihak, bukan dua pihak, cinta itu egois, cinta itu tidak kenal ampun dan cinta itu materialistis.

                Walaupun begitu papa selalu bilang kepadaku bahwa papa merelakan mama karena papa melihat mama tidak bahagia hidup bersama papa, papa sudah merasa bahwa cinta dia dengan mama merupakan cinta sepihak tetapi sampai sekarang papa selalu mendoakan agar mama bahagia dan dapat meraih apa yang selalu dia inginkan yang tidak bisa didapat dari papa sendiri. Mendengar itu aku semakin kagum dengan papa karena walau dia disakiti yang dia inginkan hanyalah kebahagiaan mama dan kebahagiaan cinta pertamanya itu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar