Hidupku
seperti tertimpa gedung 100 lantai, ketika sudah terbangun tinggi dengan
mudahnya dihempas badai dan topan yang menghancurkannya meninggalkannya dalam
kepingan – kepingan saja. Aku hanya dapat melihat dengan sedih mendapati papa
yang sekarang sudah tidak bisa bekerja, papa merupakan orang yang paling
penting dalam hidupku hanya dia yang mampu membantuku walaupun dia bekerja
tetapi dia tetap berusaha untuk mengurusku walauupun mama sudah meninggalkan
papa tetapi papa tidak pernah mengeluh dan mengurusku tanpa pamrih.
Setelah
Sara menikah aku tidak pernah lagi bertemu dengannya, dia dan kakakku telah
pergi ke Negara Paman Sam dan berkeluarga di sana. Di umurku yg sudah berkepala
3 ini seharusnya sudah menikah tetapi apa daya bahwa cinta pertamaku sejak 10
tahun lalu sudah pergi. Apalagi aku hidup hanya dengan figur papa dan bukan
figur mama. Mama sudah bercerai dengan papa sejak aku berumur 3 tahun. Hak asuh
pun dibagi secara rata aku dengan papaku dan kakakku dengan mamaku. Setelah
bercerai dengan papa, mamaku langsung menikah dengan seorang yang lebih tua dan
lebih kaya dari papa. Tetapi, papa tidak pernah menikah lagi dan kata papaku
bahwa cinta papa kepada mamaku telah membuatnya merelakan cintanya demi
kebahagiaan mama. Mendengar itu aku berpikir bahwa cinta itu sepihak, bukan dua
pihak, cinta itu egois, cinta itu tidak kenal ampun dan cinta itu
materialistis.
Walaupun
begitu papa selalu bilang kepadaku bahwa papa merelakan mama karena papa
melihat mama tidak bahagia hidup bersama papa, papa sudah merasa bahwa cinta
dia dengan mama merupakan cinta sepihak tetapi sampai sekarang papa selalu
mendoakan agar mama bahagia dan dapat meraih apa yang selalu dia inginkan yang
tidak bisa didapat dari papa sendiri. Mendengar itu aku semakin kagum dengan
papa karena walau dia disakiti yang dia inginkan hanyalah kebahagiaan mama dan
kebahagiaan cinta pertamanya itu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar