Sabtu, 02 April 2016

kesedihan membawa Kebahagiaan

                Nadia nama gadis itu. Gadis yang membuatku terpana setengah mati. Cinta pertama dan terakhirku dan satu – satunya orang yang mengerti diriku. Bagiku hanyalah dia yang mampu mengkomplitkan hidupku. Dia pun juga mencintaiku.
                Hari minggu yang tenang dan menyenangkan. Mataku yang terbuka akibat pancaran sinar yang keluar melalui daun jendela. Lalu aku mengecek Iphone 6S ku itu dan tiba – tiba Nadia meneleponku dan meminta untuk ketemuan di cafe depan sekolah, aku pun langsung mandi dan berangkat ke cafe. Aku pun turun ke lantai 1 dan mendapati papa mamaku dan kakak kembarku sedang sarapan, lalu kubilang aku mau sarapan bareng teman – temanku dan akhirnya aku mengambil kunci mobil Nissan Juke yang terparkir di garasi rumahku. Dalam perjalanan aku baru ingat bahwa aku tidak membawa dompet, maka aku menelpon Nadia dan bertanya apakah dia bawa dompet atau tidak karena aku tidak bawa dompet dan di mobilku pun tidak ada uang sepeserpun. Sesampainya disana aku melihat dia dan dia menoleh dan aku bertanya padanya “gimana sudah makan belum ?” “baru makan 1 porsi bubur sih” kata Nadia dengan tertawa, “ 1 porsi bubur ? gk kurang tuh kamu kan makannya banyak” dengan nada bercanda, “Iya sih baru habis seporsi ini lagi nunggu 2 bubur lagi sama 1 dimsum sih” Kata Nadia sambil tertawa, “Buset, ini masih pagi sudah makan banyak aja dasar perut gentong sini bubur yang satu aku yang makan”. Akhirnya 2 porsi bubur yang datang itu kuambil salah satu dan kuberi kecap dan kumakan dengan lahap. Akhirnya aku bertanya kepada dia ada gerangan apa dia memanggilku di pagi hari yang cerah ini, dia pun menjawab bahwa ada yang ingin dia bicarakan kepadaku. Lalu akhirnya setelah dia berbasa – basi dia bilang bahwa dia telah didiagnosa terkena leukimia. Tiba – tiba dia menangis dan secara tiba – tiba seluruh mukaku menjadi pucat pasi dan dunia terasa berputar – putar. Nadia tidak mau berhenti menangis dan akhirnya aku mengantarnya pulang dengan mobilku. Dia bilang dia tidak ingin pulang, lalu aku pun bertanya kemana dia ingin pergi, dia pun termenung lalu dia bilang ayo pergi ke taman bermain.

                Aku pun pergi ke taman bermain bersamanya dan disana kami mencoba semua wahana yang ada. Dia pun berusaha mendatangi semua stan makanan yang ada disana dan mencoba semua makanannya, aku pun hanya tertawa melihatnya tetapi sebenarnya dadaku terasa sesak sekali memikirkan kabar buruk yang Nadia beritakan sebelumnya. Aku ingin hidup bersamanya dan membantunya melawan Leukimia itu. Akhirnya kubawa dia naik komidi putar, dan kubilang bahwa aku ingin menemaninya melawan leukimia dan menemaninya untuk sisa hidupnya lalu kuberikan setangkai bunga mawar untuknya. Nadia hanya melihatku dan menangis bahagia lalu dia pun memelukku dan berkata bahwa hari ini adalah hari terbaik baginya. 

KATA PAPA

                Tak terasa dengan berjalannya waktu aku sudah menghabiskan 5 bungkus nasi. Aku tidak sadar akan hal ini aku hanya merasa telah memakan sebungkus nasi. Kesedihan telah membungkusku seperti keripik singkong. Keripik singkong mengingatkanku akan rapuhnya kehidupanku. Aku sadar hidupku itu keras tetapi aku sadar dengan kehidupanku ini mentalku pun semakin keras bahkan lebih keras dari batu bata. Mereka bilang cinta itu abadi tetapi itu hayalah mitos, sahabat lebih dari 7 tahun menjadi cinta bahkan hanyalah legenda yang tidak akan pernah terjadi. Sara telah menjadi istri yang sah dari kakakku, meninggalkanku dengan mudahnya hanya karena kekayaan materialistis kakakku.
                Hidupku seperti tertimpa gedung 100 lantai, ketika sudah terbangun tinggi dengan mudahnya dihempas badai dan topan yang menghancurkannya meninggalkannya dalam kepingan – kepingan saja. Aku hanya dapat melihat dengan sedih mendapati papa yang sekarang sudah tidak bisa bekerja, papa merupakan orang yang paling penting dalam hidupku hanya dia yang mampu membantuku walaupun dia bekerja tetapi dia tetap berusaha untuk mengurusku walauupun mama sudah meninggalkan papa tetapi papa tidak pernah mengeluh dan mengurusku tanpa pamrih.
                Setelah Sara menikah aku tidak pernah lagi bertemu dengannya, dia dan kakakku telah pergi ke Negara Paman Sam dan berkeluarga di sana. Di umurku yg sudah berkepala 3 ini seharusnya sudah menikah tetapi apa daya bahwa cinta pertamaku sejak 10 tahun lalu sudah pergi. Apalagi aku hidup hanya dengan figur papa dan bukan figur mama. Mama sudah bercerai dengan papa sejak aku berumur 3 tahun. Hak asuh pun dibagi secara rata aku dengan papaku dan kakakku dengan mamaku. Setelah bercerai dengan papa, mamaku langsung menikah dengan seorang yang lebih tua dan lebih kaya dari papa. Tetapi, papa tidak pernah menikah lagi dan kata papaku bahwa cinta papa kepada mamaku telah membuatnya merelakan cintanya demi kebahagiaan mama. Mendengar itu aku berpikir bahwa cinta itu sepihak, bukan dua pihak, cinta itu egois, cinta itu tidak kenal ampun dan cinta itu materialistis.

                Walaupun begitu papa selalu bilang kepadaku bahwa papa merelakan mama karena papa melihat mama tidak bahagia hidup bersama papa, papa sudah merasa bahwa cinta dia dengan mama merupakan cinta sepihak tetapi sampai sekarang papa selalu mendoakan agar mama bahagia dan dapat meraih apa yang selalu dia inginkan yang tidak bisa didapat dari papa sendiri. Mendengar itu aku semakin kagum dengan papa karena walau dia disakiti yang dia inginkan hanyalah kebahagiaan mama dan kebahagiaan cinta pertamanya itu